Membongkar Jaringan Penyelundupan Benih Lobster: Peran Strategis 7 Tersangka di Bandara Soetta

Membongkar Jaringan Penyelundupan Benih Lobster: Peran Strategis 7 Tersangka di Bandara Soetta – Kasus penyelundupan benih bening lobster (BBL) kembali mencuat ke permukaan setelah aparat kepolisian berhasil menggagalkan pengiriman ilegal senilai lebih dari Rp 9 miliar melalui Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang. Dalam operasi tersebut, tujuh orang di tetapkan sebagai tersangka dengan peran yang saling terkoordinasi. Artikel ini akan mengulas secara mendalam peran masing-masing pelaku, modus operandi yang di gunakan, serta dampak besar yang di timbulkan terhadap ekosistem laut dan kerugian negara.

Latar Belakang: Perdagangan Ilegal Benih Lobster yang Menggiurkan

Benih bening lobster merupakan komoditas laut bernilai tinggi yang banyak di buru karena permintaan ekspor yang besar, terutama ke negara-negara Asia Timur. Harga jualnya yang bisa mencapai puluhan ribu rupiah per ekor membuat praktik penyelundupan menjadi bisnis gelap yang menggiurkan. Namun, aktivitas ini merugikan negara secara ekonomi dan merusak keberlanjutan sumber daya laut.

Pengungkapan Kasus: Dari Informasi Masyarakat hingga Penangkapan

Kasus ini terungkap pada Sabtu, 31 Mei 2025, setelah aparat kepolisian menerima informasi dari masyarakat mengenai adanya pengiriman mencurigakan di area kargo Bandara Soetta. Setelah di lakukan pemeriksaan terhadap empat koli barang, di temukan tiga koli berisi benih bening lobster jenis pasir dan mutiara, sementara satu koli lainnya hanya berisi kardus kosong sebagai kamuflase.

Total benih lobster yang diamankan mencapai 171.880 ekor, dengan estimasi nilai pasar sekitar Rp 9,2 miliar. Jika di hitung berdasarkan harga jual rata-rata Rp 54.000 per ekor, potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp 9,28 miliar.

Peran Tujuh Tersangka: Rantai Penyelundupan yang Terstruktur

Ketujuh tersangka yang ditangkap memiliki peran berbeda namun saling melengkapi dalam menjalankan operasi penyelundupan ini. Berikut adalah rincian peran masing-masing pelaku:

1. RK – Petugas Keamanan Bandara

RK merupakan oknum petugas keamanan yang berperan penting dalam meloloskan tiga koli koper berisi benih lobster. Ia menerima imbalan sebesar Rp 4 juta untuk setiap koper yang berhasil melewati pemeriksaan. Perannya sangat krusial karena ia memiliki akses langsung ke jalur pengamanan bandara.

2. AH – Kurir dan Koordinator Lapangan

Tersangka AH bertugas mengantarkan koper berisi benih lobster ke terminal kargo menggunakan kendaraan sewaan. Ia juga berkoordinasi dengan petugas keamanan untuk memastikan barang tidak terdeteksi. Untuk jasanya, AH menerima bayaran Rp 1 juta per koper.

3. JS – Operator X-Ray

JS adalah pihak yang bertugas meloloskan koper dari pemeriksaan X-ray. Ia bekerja sama dengan RK dan menerima imbalan Rp 4 juta per koper. Peran JS sangat vital karena ia memastikan koper tidak di curigai oleh sistem keamanan bandara.

4. DS – Pengurus Surat Muat Udara (SMU)

DS bertanggung jawab mengurus dokumen pengiriman berupa SMU untuk empat koli barang, termasuk tiga koper berisi benih lobster dan satu koli kosong. Ia menerima bayaran Rp 1 juta per koper. Tanpa dokumen ini, pengiriman tidak dapat di lakukan secara administratif.

5. RS – Pengemas Benih Lobster

RS bertugas mengemas benih lobster ke dalam kantong plastik berisi oksigen sebelum di masukkan ke dalam koper. Ia menerima bayaran Rp 1 juta per koper. Proses pengemasan ini di lakukan dengan hati-hati agar benih tetap hidup selama pengiriman.

6. AN – Pengepak dan Sopir

AN berperan sebagai pengepak akhir dan sopir pengantar koper ke lokasi pengiriman. Ia menerima imbalan sebesar Rp 400 ribu per koper. Meski perannya terlihat kecil, AN menjadi bagian penting dalam rantai distribusi.

7. WW – Otak Operasi

WW adalah dalang di balik seluruh operasi ini. Ia memerintahkan AH untuk mencari petugas keamanan yang bisa di ajak bekerja sama. WW juga mengatur alur komunikasi dan distribusi tugas kepada seluruh anggota jaringan. Perannya sebagai koordinator utama menjadikannya tokoh sentral dalam kasus ini.

Modus Operandi: Kamuflase dan Kolaborasi Internal

Para pelaku menggunakan modus penyamaran dengan mengemas benih lobster dalam kantong plastik berisi oksigen, lalu dimasukkan ke dalam koper. Koper tersebut kemudian di bungkus ulang menggunakan kardus dan kain agar tampak seperti barang biasa. Dengan bantuan oknum internal bandara, koper berhasil melewati pemeriksaan keamanan tanpa terdeteksi.

Penggunaan dokumen resmi seperti SMU juga menjadi bagian dari strategi untuk memberikan kesan legalitas pada pengiriman. Kolaborasi antara pelaku lapangan dan petugas internal membuat operasi ini nyaris sempurna—hingga akhirnya terendus oleh aparat.

Dampak Lingkungan dan Ekonomi

Penyelundupan benih lobster tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mengancam kelestarian ekosistem laut. Benih yang diambil secara ilegal dari alam mengganggu siklus reproduksi lobster dan mengurangi populasi di habitat aslinya. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan menurunkan hasil tangkapan nelayan lokal.

Secara ekonomi, negara kehilangan potensi pendapatan dari ekspor resmi dan pajak. Selain itu, praktik ilegal ini menciptakan persaingan tidak sehat bagi pelaku usaha budidaya lobster yang legal dan taat aturan.

Langkah Hukum dan Penindakan

Ketujuh tersangka telah ditetapkan sebagai pelaku dan ditahan oleh pihak kepolisian. Mereka dijerat dengan:

  • Pasal 92 jo Pasal 26 Ayat (1) UU RI No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU.
  • Pasal 88 UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
  • Pasal 87 jo Pasal 34 UU RI No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

Ancaman hukuman yang dikenakan mencakup pidana penjara hingga 8 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar.

Kesimpulan: Pentingnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Kasus penyelundupan benih lobster melalui Bandara Soetta menunjukkan bahwa kejahatan lingkungan kini semakin terorganisir dan melibatkan berbagai pihak, termasuk oknum aparat. Penegakan hukum yang tegas dan pengawasan ketat di titik-titik rawan seperti bandara dan pelabuhan menjadi kunci utama dalam memberantas praktik ilegal ini.